Aku begitu bahagia ketika menuliskan
ini. ada rindu yang tak mampu kusebut satu-satu.
Yang kutahu, ketika aku menuliskan ini
untukmu, aku begitu rinduuu sekali padamu...
Sehatkah engkau disana? Tunggu
kedatanganku yah...
Aku telah menuliskan beberapa list
yang akan kupersembahkan untukmu, kalaupun ada daftar lain yang harus
ditambahkan, itu akan kutambahkan pula kedaftar list yang memang terkhususkan
untukmu.
Dua minggu lagi, kurasa aku akan memiliki
banyak waktu. Bersiaplah, aku akan datang....
Aku ingin kau menyambutku seperti biasanya,
lengkap dengan senyum dan juga aroma yang tak bisa kulupakan begitu saja.
Ikutlah denganku, banyak yang ingin
kuceritakan padamu. Salah satunya tentang..., Ahh tidak! Tidak! Aku tak ingin
menceritakannya dulu. Kau pasti akan menertawakanku, dan aku akan seperti tomat
busuk menahan malu disini. Nanti saja, ketika aku benar-benar bisa berbicara
dengan matamu, pasti akan kuceritakan, Aku janji!
Jaga kesehatanmu! Ketika aku datang
nanti, kuingin kau tak menolak ajakanku...
__
Muachh, Sun Sayang untukmu
Selalu...
Aku sengaja
tak memberitahu tentang niat mengajaknya kesuatu tempat yang sudah kupesan
sejak aku mengeposkan suratku padanya dan sejak kututup teleponku setelah
melakukan deal-dealan dengan pihak Nusa Dua Bali beberapa menit yang lalu.
Seharusnya hanya dengan telepon ataupun sms aku bisa langsung mengabarinya,
lebih cepat dan tentunya tak akan buang-buang waktu, namun aku lebih memilih untuk
menulis tangan lantas mengirimkannya melalui pos yang waktu sampainya mungkin
saja terbilang lebih lama. Kupikir itu akan lebih berkesan...
Teramat jarang aku bisa menemaninya, sebulan sekali saja
belum tentu aku bisa bertemu. Sejak aku berpindah kota demi pekerjaan, aku
harus merelakan berjauhan dan juga meninggalkannya sendirian. Padahal, aku anti
jika harus berjauhan dengannya. Terlebih di pulau yang selalu menjadi surganya
para pelancong di negeri ini, Bali. Aku selalu rindu dan menginginkan dia ada
didekatku, menyesapi kebersamaan dengannya. Tentu itu akan menjadi bahagia yang
tak bisa ditakar dengan apapun. Seberapa pintarnya aku menjelaskan tentang arti
kebahagiaan, cukup bagiku bisa melihat senyum dan merasakan dekapannya itu jauh
lebih dari sekedar kata dan ungkapan bahagia.
***
Kukemasi
barang-barang kedalam mobil, tak lupa sebuah ticket maskapai penerbangan yang
akan mengantarkanku sampai ditujuan. Aku
sudah meneleponnya tadi, jadi kurasa
surat dan kabarku beberapa minggu sebelumnya tak lagi mengejutkannya. Aku bukan
lagi ingin memberikannya surprise atas kedatanganku, melainkan mengajaknya juga
untuk ikut bersamaku nanti.
Aku mendapatkan masa cuti yang cukup lama, tentu saja kusambut
dengan sangat baik moment tersebut. Aku ingin menceritakan banyak hal dalam
pelukannya. Dan untuk itu sudah kupilihkan “The Bay Bali” sebagai tempat yang
akan kuhabiskan dengannya. Membayang wajah dan sikap lembutnya, aku nyaris tak
sadar jika sedari tadi, di jam yang aku sendiri tak tahu sudah berapa menit aku
terbang bersama Garuda, tibalah aku pada kota yang menyimpan history kecilku juga tentangnya. Gontai aku berjalan, menaiki
taksi meninggalkan Juanda menuju sebuah rumah yang sudah bisa kuterka jika
penghuninya akan menyambutku dengan pelukan hangat.
Ya, kudekap dan kukecup ia menjatuhkan tas jinjing ditangan
kananku ketika aku sudah berdiri dihadapannya. Tak lupa menyoroti seluruh tubuhnya lewat kacamataku yang makin
menebal.
“Sudah
terima suratnya kan? Ikut yah...” tanyaku cepat.
“Memangnya
mau kemana?”
“Nanti juga
tahu sendiri...” jawabku tersenyum. Meskipun aku tinggal di Bali, namun aku
belum pernah kesana sebelumnya, menurut rekan-rekan dikantor dan hasil
browsingku beberapa waktu lalu, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari kawasan
Nusa Dua Bali tersebut, bahkan ada yang menggelitik dihati dan kupikir sangat
layak untuk dikunjungi.
“Ada yang
akan menemuimu disana nanti, tepatnya sih kita. Aku gak mungkin menemuinya
sendirian” ucapku sambil menyeruput secangkir lemon tea hangat buatannya.
“Masa’ ya
belum bisa mandiri kamu itu”
“Ini bukan
perkara mandiri atau gak berani untuk mandiri. Namun ini mengenai masa depan
dan persetujuan. Yaa, sekalian liburan”
“Terus...?”
“Ikutlah
bersamaku. Done!” aku melirik lantas menghampiri untuk memeluknya, dibalik anak
rambut yang menutupi daun telinganya aku berbisik “bahagiaku itu bahagiamu,
ikutlah maka kau akan tahu”
***
Pulau
dewata, adalah rute yang akan kami tuju, aku berangkat membawa orang yang
teramat penting dalam hidupku. Dan pagi itu, aku sudah menggandengnya hendak
terbang ke tempat yang selama ini telah mempercayakanku bekerja pada sebuah
agency periklanan disana.
“Jangan
kaget ya nanti kalau disana. Kita hanya akan senang-senang kok” celetukku mulai
jahil.
“Sebenarnya
ada acara apa kok sampai harus ikut segala, rahasia-rahasiaan lagi!”
“Acara temu
kangeeeen, hahhaha...” ucapku terbahak. Aku suka sekali membuatnya penasaran.
Sejak kedatanganku hingga kini ia kuboyong, aku belum juga menceritakan apa-apa
kepadanya. Aku tenang dan begitu santai menanggapi keingintahuannya. Aku yakin,
tanpa menjawab iapun akan mengerti dengan sendirinya nanti.
Tak terasa akhirnya kamipun tiba. Aku tahu ia lelah, maka aku
segera memutuskan dan memintanya untuk istirahat. Aku tak ingin ia sampai jatuh
sakit akibat antusiasku memintanya menuruti permintaanku datang ketempat ini, toh
besok malam aku harus mengajaknya ke Bay Bali area. Jangan sampai besok kami
batal kesana terhalang kondisi badan yang terganggu, aku tak ingin membatalkan
janji dan membuat orang lain menanti.
Segarkan diri, jika masih lelah
istirahatlah.
Jangan lupa sarapannya yach.
Jangan lupa sarapannya yach.
Bila perlu sesuatu telepon aku saja.
Aku keluar, ada perlu sebentar...
Aku keluar, ada perlu sebentar...
-Sun Sayang untukmu-
Kulihat ia
begitu lelap, kupikir ia butuh banyak istirahat. Bahkan ia sampai lupa dengan
makan malamnya semalam. Dan pagi tadi, ketika aku hendak pamit rupanya ia juga
masih terlelap. sehingga kutuliskan saja selarik pesan disamping bantalnya.
Aku keluar menemui Ray, dia adalah orang yang akan kutemui di
de Opera beach club nanti malam. Aku memastikan sekali lagi, menanyakan
padanya apakah ia tak ingin merubah pikiran, barangkali ia ingin menundanya dilain waktu. Kupikir, masih ada beberapa waktu sebelum
waktu pertemuan nanti malam. Namun kudapati jawabannya sama, ia yakin dan tak
ingin merubahnya. Aku tersenyum, lalu menatapnya lekat sebelum akhirnya langkahku menjauh
meninggalkan tubuhnya yang berdiri tegap.
Aku kembali kerumah dengan perasaan sedikit berdegup,
menceritakan sekarang ataukah ketika menjelang dinner nanti malam. Ah, aku
bergidik, seperti ada yang meniupi bagian tengkukku. Aku mendekatinya yang sedang
asik menonton televisi. Menyadari kedatanganku, ia lalu mengecilkan volumenya.
“Nanti malam kita dinner. Ini aku bawakan baju. Semoga cocok
dipakai untuk nanti” aku mulai mendekatkan tubuhku duduk disampingnya. Belum
sempat ia menanggapi, aku sudah melanjutkan perkataanku lagi.
“Akan ada seorang pria yang juga ikut bergabung bersama kita
nanti, dan sebenarnya memang dia yang menyiapkan semua ini. Andaikan sikapnya
membuatmu tak nyaman, katakan saja. Dia bilang sangat ingin bertemu denganmu,
karena itu aku memohon kepadamu ikut bersamaku. Tadinya dia yang ingin datang
menghampirimu langsung. Tapi aku protes! Karena aku ingin membawamu kesini,
mana mungkin aku betah berlama-lama di Bay Bali jika hanya seorang diri,
tanpamu. Aku sudah cukup membetahkan diri selama ini jauh darimu. Iya kan?”
“Ahhh masih saja seperti anak kecil kamu. Siapa sih pria itu,
setampan dan sebaik apa dia, rekan kerjamu? Kamu belum pernah menceritakan
tentang siapa-siapa kan sebelumnya” aku merasa pertanyaannya mulai
mengintrogasiku.
“Tampan, Baik, Pintar dan mirip seperti Ayah. Yuk sekarang
siap-siap!” jawabku kilat lalu beranjak meninggalkannya. Aku harap ia memiliki
pandangan yang sama tentang pria yang kumaksud itu ketika bertemu nanti.
***
Malam itu tiba, aku sudah menggandeng nyaris merangkul
seseorang disampingku. Pijar lampu yang menguning disekitaran membuatku semakin
hangat merasakan betapa manis dan romatisnya kawasan The Bay Bali, membuatku
lapar mata, ingin jalan-jalan, ingin berfoto, dan ingin mencoba segala
fasilitas yang telah disediakan. Namun tiba-tiba Ray mengagetkanku, dia datang
dan langsung menghampiri kami berdua. Padahal, rencananya tadi kami yang akan
menemuinya di resto yang sudah terkenal dengan cita rasa kulinernya di Bay Bali
ini. Sontak saja aku terkejut karena Ray langsung memperkenalkan diri pada
seseorang disampingku, dengan wajahnya yang teduh ia mempersilahkan kami ke
meja yang sudah dipesannya. Aku memesan grilled tuna, dan Ray grilled Barracuda,
lantas menawarkan menu kepada seseorang yang sedaritadi tak jauh dariku,
melihat ekspresinya bisa kutebak jika ia hanya akan memilih bebek bangil atau
semacam menu bumbu nusantara yang sudah akrab dilidahnya. Sembari menunggu
pesanan datang, kamipun berbincang-bincang. Aku tersenyum, Ray terlihat begitu pintar
mengambil hati seseorang, baru beberapa menit kenal saja ia sudah berhasil
membuatku cemburu karena sekarang dialah yang terkesan begitu perhatian pada
seseorang yang juga kusayang itu. Aku membiarkan mereka saling cerita,
membiarkan mereka larut dalam suasana yang memang terasa semakin hangat
meskipun angin berkali-kali meniupi rambutku.
“Begini..., jika tidak keberatan, saya sangat ingin menjalin
silaturahmi ini lebih jauh lagi. Saya ingin menjaga Naya, menjadi bagian
terpenting dalam hidup Naya. Saya berjanji membahagiakannya” Sontak aku
terbelalak, sungguhkan Ray telah mengatakannya? Bukankah sedaritadi yang
kudengar ia hanya cerita sebatas candaan? Ah, kurasa Ray terlalu cepat
mengatakannya. Dibalik kacamata yang menebal, kutatap seseorang yang hanya
melempar senyum kearahku, mereka berdua pasti bisa melihat tampang kagetku yang
masih belepotan sambal tuna. Ouuuwch!
“Tanyakan saja sama yang bersangkutan. Saya sih ingin
sama-sama yang terbaik. Bahagia Nay itu nomor satu” Mendengar itu, Aku dan Ray saling
tatap, lalu mata kami saling tertuju pada seorang wanita yang berada dihadapan
kami.
“Jadiii.....”
“Kalian sudah sama-sama dewasa, kalian bisa menentukan kemana
yang kalian mau. Bukankah niat baik selalu mendapatkan yang terbaik” ucapnya
bijaksana. Aku tak kuasa menahan haru, ada rasa yang membuatku hampir meluap.
Aku mengangguk pada Ray sebagai jawaban atas ijin wanita dihadapanku, Ibuku.
Aku memeluknya, aku tahu tanganku kotor, namun aku tak bisa membendung rasa
terimakasih dan kelegaan atas bahagia yang makin kurasakan. Erat aku
memeluknya, sambil berbisik aku mengecupnya “setelah ini, aku akan menulis
surat untukmu...”
Kian malam, waktu terasa kian menyenangkan. Aku merasa
dikelilingi orang-orang tersayang. Tempat ini akan menjadi kenangan, tempat
yang menjadi awal Ray menyatakan keseriusannya padaku, persis didepan Ibuku.
Disela-sela menikmati malam, kuminta Ray memesankan minuman yang sedari awal
sudah menyita perhatianku, membuatku berwarna. Kurang cocok sebenarnya jika dinikmati saat malam
yang cukup dingin seperti ini, namun aku ingin mencobanya. Maka kusampaikan
saja pintaku itu kepada Ray. Minuman dingin yang tersusun dari tiga lapis
warna, yang paling bawah berwarna hijau, lalu kuning dibagian tengahnya, dan
yang paling atas warna merah segar lengkap dengan pemanis potongan strawberry. Ketika minuman itu datang, aku mengamatinya cukup lama sebelum akhirnya mencoba merasakan sensasinya.
Warna hijau, ibarat aku yang masih teramat dini dan juga hijau mengenal dunia,
namun dilengkapi oleh warna kuning yang menambah cita rasa, keunikan serta
kesegaran cahayanya, semakin komplit merah melengkapinya dibagian paling atas,
menyatukan segalanya. Seperi Aku, Ray, dan Ibu, mereka jiwa-jiwa tersayangku.
Kulihat Ibu nampak sangat akrab dengan Ray. Sepeninggal Ayah, aku jarang sekali
melihatnya bisa selepas saat bersama Ray seperti ini, ia lebih banyak diam dan
merenung. Malam ini kami bertiga merangkul malam begitu hangat, seperti minuman
tiga warna yang ada didepanku ini, meskipun ia nampak dingin namun aku mampu
merasakan sensasi hangatnya ditubuhku.
Malam makin larut, Ray menyarankan pada kami untuk segera
beristirahat, dan aku menyetujuinya. Aku sudah membuat waktu istirahat Ibu
berkurang malam ini. Kasihan jika esok ia kelelahan karena aku masih akan
mengajaknya menikmati pesona keindahan yang lain, aku sudah memesan tempat
untuk tinggal beberapa hari disini. Melewatinya bersama Ibu, orang yang paling
kusayangi.
Kamipun berpisah dengan Ray, lantas
menuju tempat tuk istirahat malam. Kupersilahkan Ibu memasuki ruangannya.
Sedangkan aku, teringat pada pesan yang kubisikkan padanya tadi. Kuhembus nafas
panjang, aku lega, bahagia tak harus dikatakan, karena bahagia adalah sebuah
rasa....
Terimakasih untukmu yang selalu
kusayang, selama disini nanti aku wajib ada disampingmu, masih belum tuntas
episode cerita yang ingin kusampaikan padamu. Kini aku memiliki dua orang
penting dalam hidupku, Kau dan Ray. Kelak, jika aku dan Ray memang ditakdirkan satu, aku
tetap tak ingin jauh darimu, kau harus ikut denganku. Mau yah...? Karena apapun
hal yang kulakukan untukmu, takkan pantas menyamai betapa besarnya sayangmu untukku.
Terimakasih untuk segalanya,
terimakasih sudah memberikan jalan untukku dan Ray.
Kau segalanya dihidupku bu...
With Love
Sun Sayang untukmu
***
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happines: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar