Order Now

magnetophotodesign@gmail.com

Categories

Senin, 14 April 2014

Surat Cinta Berkecup Sayang



Aku begitu bahagia ketika menuliskan ini. ada rindu yang tak mampu kusebut satu-satu.
 Yang kutahu, ketika aku menuliskan ini untukmu, aku begitu rinduuu sekali padamu...
Sehatkah engkau disana? Tunggu kedatanganku yah...
Aku telah menuliskan beberapa list yang akan kupersembahkan untukmu, kalaupun ada daftar lain yang harus ditambahkan, itu akan kutambahkan pula kedaftar list yang memang terkhususkan untukmu.
Dua minggu lagi, kurasa aku akan memiliki banyak waktu. Bersiaplah, aku akan datang....
 Aku ingin kau menyambutku seperti biasanya, lengkap dengan senyum dan juga aroma yang tak bisa kulupakan begitu saja.
Ikutlah denganku, banyak yang ingin kuceritakan padamu. Salah satunya tentang..., Ahh tidak! Tidak! Aku tak ingin menceritakannya dulu. Kau pasti akan menertawakanku, dan aku akan seperti tomat busuk menahan malu disini. Nanti saja, ketika aku benar-benar bisa berbicara dengan matamu, pasti akan kuceritakan, Aku janji!
Jaga kesehatanmu! Ketika aku datang nanti, kuingin kau tak menolak ajakanku...
__

Muachh, Sun Sayang untukmu
Selalu...

            Aku sengaja tak memberitahu tentang niat mengajaknya kesuatu tempat yang sudah kupesan sejak aku mengeposkan suratku padanya dan sejak kututup teleponku setelah melakukan deal-dealan dengan pihak Nusa Dua Bali beberapa menit yang lalu. Seharusnya hanya dengan telepon ataupun sms aku bisa langsung mengabarinya, lebih cepat dan tentunya tak akan buang-buang waktu, namun aku lebih memilih untuk menulis tangan lantas mengirimkannya melalui pos yang waktu sampainya mungkin saja terbilang lebih lama. Kupikir itu akan lebih berkesan...
Teramat jarang aku bisa menemaninya, sebulan sekali saja belum tentu aku bisa bertemu. Sejak aku berpindah kota demi pekerjaan, aku harus merelakan berjauhan dan juga meninggalkannya sendirian. Padahal, aku anti jika harus berjauhan dengannya. Terlebih di pulau yang selalu menjadi surganya para pelancong di negeri ini, Bali. Aku selalu rindu dan menginginkan dia ada didekatku, menyesapi kebersamaan dengannya. Tentu itu akan menjadi bahagia yang tak bisa ditakar dengan apapun. Seberapa pintarnya aku menjelaskan tentang arti kebahagiaan, cukup bagiku bisa melihat senyum dan merasakan dekapannya itu jauh lebih dari sekedar kata dan ungkapan bahagia.
***
            Kukemasi barang-barang kedalam mobil, tak lupa sebuah ticket maskapai penerbangan yang akan mengantarkanku sampai ditujuan.  Aku sudah meneleponnya tadi,  jadi kurasa surat dan kabarku beberapa minggu sebelumnya tak lagi mengejutkannya. Aku bukan lagi ingin memberikannya surprise atas kedatanganku, melainkan mengajaknya juga untuk ikut bersamaku nanti.
Aku mendapatkan masa cuti yang cukup lama, tentu saja kusambut dengan sangat baik moment tersebut. Aku ingin menceritakan banyak hal dalam pelukannya. Dan untuk itu sudah kupilihkan “The Bay Bali” sebagai tempat yang akan kuhabiskan dengannya. Membayang wajah dan sikap lembutnya, aku nyaris tak sadar jika sedari tadi, di jam yang aku sendiri tak tahu sudah berapa menit aku terbang bersama Garuda, tibalah aku pada kota yang menyimpan history kecilku  juga tentangnya. Gontai aku berjalan, menaiki taksi meninggalkan Juanda menuju sebuah rumah yang sudah bisa kuterka jika penghuninya akan menyambutku dengan pelukan hangat.
Ya, kudekap dan kukecup ia menjatuhkan tas jinjing ditangan kananku ketika aku sudah berdiri dihadapannya. Tak lupa menyoroti seluruh tubuhnya lewat kacamataku yang makin menebal.
            “Sudah terima suratnya kan? Ikut yah...” tanyaku cepat.
            “Memangnya mau kemana?”
            “Nanti juga tahu sendiri...” jawabku tersenyum. Meskipun aku tinggal di Bali, namun aku belum pernah kesana sebelumnya, menurut rekan-rekan dikantor dan hasil browsingku beberapa waktu lalu, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari kawasan Nusa Dua Bali tersebut, bahkan ada yang menggelitik dihati dan kupikir sangat layak untuk dikunjungi.
            “Ada yang akan menemuimu disana nanti, tepatnya sih kita. Aku gak mungkin menemuinya sendirian” ucapku sambil menyeruput secangkir lemon tea hangat buatannya.
            “Masa’ ya belum bisa mandiri kamu itu”
            “Ini bukan perkara mandiri atau gak berani untuk mandiri. Namun ini mengenai masa depan dan persetujuan. Yaa, sekalian liburan”
            “Terus...?”
            “Ikutlah bersamaku. Done!” aku melirik lantas menghampiri untuk memeluknya, dibalik anak rambut yang menutupi daun telinganya aku berbisik “bahagiaku itu bahagiamu, ikutlah maka kau akan tahu”
***
            Pulau dewata, adalah rute yang akan kami tuju, aku berangkat membawa orang yang teramat penting dalam hidupku. Dan pagi itu, aku sudah menggandengnya hendak terbang ke tempat yang selama ini telah mempercayakanku bekerja pada sebuah agency periklanan disana.
            “Jangan kaget ya nanti kalau disana. Kita hanya akan senang-senang kok” celetukku mulai jahil.
            “Sebenarnya ada acara apa kok sampai harus ikut segala, rahasia-rahasiaan lagi!”
            “Acara temu kangeeeen, hahhaha...” ucapku terbahak. Aku suka sekali membuatnya penasaran. Sejak kedatanganku hingga kini ia kuboyong, aku belum juga menceritakan apa-apa kepadanya. Aku tenang dan begitu santai menanggapi keingintahuannya. Aku yakin, tanpa menjawab iapun akan mengerti dengan sendirinya nanti.
Tak terasa akhirnya kamipun tiba. Aku tahu ia lelah, maka aku segera memutuskan dan memintanya untuk istirahat. Aku tak ingin ia sampai jatuh sakit akibat antusiasku memintanya menuruti permintaanku datang ketempat ini, toh besok malam aku harus mengajaknya ke Bay Bali area. Jangan sampai besok kami batal kesana terhalang kondisi badan yang terganggu, aku tak ingin membatalkan janji dan membuat orang lain menanti.

Segarkan diri, jika masih lelah istirahatlah. 
Jangan lupa sarapannya yach.
Bila perlu sesuatu telepon aku saja. 
Aku keluar, ada perlu sebentar...

-Sun Sayang untukmu-

Kulihat ia begitu lelap, kupikir ia butuh banyak istirahat. Bahkan ia sampai lupa dengan makan malamnya semalam. Dan pagi tadi, ketika aku hendak pamit rupanya ia juga masih terlelap. sehingga kutuliskan saja selarik pesan disamping bantalnya.
Aku keluar menemui Ray, dia adalah orang yang akan kutemui di de Opera beach club nanti malam. Aku memastikan sekali lagi, menanyakan padanya apakah ia tak ingin merubah pikiran, barangkali ia ingin menundanya dilain waktu. Kupikir, masih ada beberapa waktu sebelum waktu pertemuan nanti malam. Namun kudapati jawabannya sama, ia yakin dan tak ingin merubahnya. Aku tersenyum, lalu menatapnya  lekat sebelum akhirnya langkahku menjauh meninggalkan tubuhnya yang berdiri tegap.
Aku kembali kerumah dengan perasaan sedikit berdegup, menceritakan sekarang ataukah ketika menjelang dinner nanti malam. Ah, aku bergidik, seperti ada yang meniupi bagian tengkukku. Aku mendekatinya yang sedang asik menonton televisi. Menyadari kedatanganku, ia lalu mengecilkan volumenya.
“Nanti malam kita dinner. Ini aku bawakan baju. Semoga cocok dipakai untuk nanti” aku mulai mendekatkan tubuhku duduk disampingnya. Belum sempat ia menanggapi, aku sudah melanjutkan perkataanku lagi.
“Akan ada seorang pria yang juga ikut bergabung bersama kita nanti, dan sebenarnya memang dia yang menyiapkan semua ini. Andaikan sikapnya membuatmu tak nyaman, katakan saja. Dia bilang sangat ingin bertemu denganmu, karena itu aku memohon kepadamu ikut bersamaku. Tadinya dia yang ingin datang menghampirimu langsung. Tapi aku protes! Karena aku ingin membawamu kesini, mana mungkin aku betah berlama-lama di Bay Bali jika hanya seorang diri, tanpamu. Aku sudah cukup membetahkan diri selama ini jauh darimu. Iya kan?”
“Ahhh masih saja seperti anak kecil kamu. Siapa sih pria itu, setampan dan sebaik apa dia, rekan kerjamu? Kamu belum pernah menceritakan tentang siapa-siapa kan sebelumnya” aku merasa pertanyaannya mulai mengintrogasiku.
“Tampan, Baik, Pintar dan mirip seperti Ayah. Yuk sekarang siap-siap!” jawabku kilat lalu beranjak meninggalkannya. Aku harap ia memiliki pandangan yang sama tentang pria yang kumaksud itu ketika bertemu nanti.
***
Malam itu tiba, aku sudah menggandeng nyaris merangkul seseorang disampingku. Pijar lampu yang menguning disekitaran membuatku semakin hangat merasakan betapa manis dan romatisnya kawasan The Bay Bali, membuatku lapar mata, ingin jalan-jalan, ingin berfoto, dan ingin mencoba segala fasilitas yang telah disediakan. Namun tiba-tiba Ray mengagetkanku, dia datang dan langsung menghampiri kami berdua. Padahal, rencananya tadi kami yang akan menemuinya di resto yang sudah terkenal dengan cita rasa kulinernya di Bay Bali ini. Sontak saja aku terkejut karena Ray langsung memperkenalkan diri pada seseorang disampingku, dengan wajahnya yang teduh ia mempersilahkan kami ke meja yang sudah dipesannya. Aku memesan grilled tuna, dan Ray grilled Barracuda, lantas menawarkan menu kepada seseorang yang sedaritadi tak jauh dariku, melihat ekspresinya bisa kutebak jika ia hanya akan memilih bebek bangil atau semacam menu bumbu nusantara yang sudah akrab dilidahnya. Sembari menunggu pesanan datang, kamipun berbincang-bincang. Aku tersenyum, Ray terlihat begitu pintar mengambil hati seseorang, baru beberapa menit kenal saja ia sudah berhasil membuatku cemburu karena sekarang dialah yang terkesan begitu perhatian pada seseorang yang juga kusayang itu. Aku membiarkan mereka saling cerita, membiarkan mereka larut dalam suasana yang memang terasa semakin hangat meskipun angin berkali-kali meniupi rambutku.
“Begini..., jika tidak keberatan, saya sangat ingin menjalin silaturahmi ini lebih jauh lagi. Saya ingin menjaga Naya, menjadi bagian terpenting dalam hidup Naya. Saya berjanji membahagiakannya” Sontak aku terbelalak, sungguhkan Ray telah mengatakannya? Bukankah sedaritadi yang kudengar ia hanya cerita sebatas candaan? Ah, kurasa Ray terlalu cepat mengatakannya. Dibalik kacamata yang menebal, kutatap seseorang yang hanya melempar senyum kearahku, mereka berdua pasti bisa melihat tampang kagetku yang masih belepotan sambal tuna. Ouuuwch!
“Tanyakan saja sama yang bersangkutan. Saya sih  ingin  sama-sama yang terbaik. Bahagia Nay itu nomor satu” Mendengar itu, Aku dan Ray saling tatap, lalu mata kami saling tertuju pada seorang wanita yang berada dihadapan kami.
“Jadiii.....”
“Kalian sudah sama-sama dewasa, kalian bisa menentukan kemana yang kalian mau. Bukankah niat baik selalu mendapatkan yang terbaik” ucapnya bijaksana. Aku tak kuasa menahan haru, ada rasa yang membuatku hampir meluap. Aku mengangguk pada Ray sebagai jawaban atas ijin wanita dihadapanku, Ibuku. Aku memeluknya, aku tahu tanganku kotor, namun aku tak bisa membendung rasa terimakasih dan kelegaan atas bahagia yang makin kurasakan. Erat aku memeluknya, sambil berbisik aku mengecupnya “setelah ini, aku akan menulis surat untukmu...”
Kian malam, waktu terasa kian menyenangkan. Aku merasa dikelilingi orang-orang tersayang. Tempat ini akan menjadi kenangan, tempat yang menjadi awal Ray menyatakan keseriusannya padaku, persis didepan Ibuku. Disela-sela menikmati malam, kuminta Ray memesankan minuman yang sedari awal sudah menyita perhatianku, membuatku berwarna. Kurang cocok sebenarnya jika dinikmati saat malam yang cukup dingin seperti ini, namun aku ingin mencobanya. Maka kusampaikan saja pintaku itu kepada Ray. Minuman dingin yang tersusun dari tiga lapis warna, yang paling bawah berwarna hijau, lalu kuning dibagian tengahnya, dan yang paling atas warna merah segar lengkap dengan pemanis potongan strawberry. Ketika minuman itu datang, aku mengamatinya cukup lama sebelum akhirnya mencoba merasakan sensasinya. Warna hijau, ibarat aku yang masih teramat dini dan juga hijau mengenal dunia, namun dilengkapi oleh warna kuning yang menambah cita rasa, keunikan serta kesegaran cahayanya, semakin komplit merah melengkapinya dibagian paling atas, menyatukan segalanya. Seperi Aku, Ray, dan Ibu, mereka jiwa-jiwa tersayangku. Kulihat Ibu nampak sangat akrab dengan Ray. Sepeninggal Ayah, aku jarang sekali melihatnya bisa selepas saat bersama Ray seperti ini, ia lebih banyak diam dan merenung. Malam ini kami bertiga merangkul malam begitu hangat, seperti minuman tiga warna yang ada didepanku ini, meskipun ia nampak dingin namun aku mampu merasakan sensasi hangatnya ditubuhku.   
Malam makin larut, Ray menyarankan pada kami untuk segera beristirahat, dan aku menyetujuinya. Aku sudah membuat waktu istirahat Ibu berkurang malam ini. Kasihan jika esok ia kelelahan karena aku masih akan mengajaknya menikmati pesona keindahan yang lain, aku sudah memesan tempat untuk tinggal beberapa hari disini. Melewatinya bersama Ibu, orang yang paling kusayangi.
            Kamipun berpisah dengan Ray, lantas menuju tempat tuk istirahat malam. Kupersilahkan Ibu memasuki ruangannya. Sedangkan aku, teringat pada pesan yang kubisikkan padanya tadi. Kuhembus nafas panjang, aku lega, bahagia tak harus dikatakan, karena bahagia adalah sebuah rasa....

Terimakasih untukmu yang selalu kusayang, selama disini nanti aku wajib ada disampingmu, masih belum tuntas episode cerita yang ingin kusampaikan padamu. Kini aku memiliki dua orang penting dalam hidupku, Kau dan Ray. Kelak,  jika aku dan Ray memang ditakdirkan satu, aku tetap tak ingin jauh darimu, kau harus ikut denganku. Mau yah...? Karena apapun hal yang kulakukan untukmu, takkan pantas menyamai betapa besarnya sayangmu untukku.
Terimakasih untuk segalanya, terimakasih sudah memberikan jalan untukku dan Ray.
Kau segalanya dihidupku bu...


With Love
Sun Sayang untukmu
***



Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happines: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!

0 komentar:

Posting Komentar